Apakah kamu sudah nonton serial Netflix terbaru: Squid Game, yang baru-baru ini nangkring di daftar tiga besar serial top Netflix US mengalahkan Money Heist? Atau jangan-jangan ada yang belum tahu? Kita ulik sama-sama, yuk!
Kutipan berbahasa Korea di atas adalah sebuah penggalan dari salah satu permainan tradisional Korea Selatan yang muncul dalam serial netflix Squid Game. Permainan ini terdiri dari penjaga pos dan pemain. Selama kalimat tersebut diucapkan oleh penjaga pos, pemain berusaha mendekatinya sehati-hati mungkin agar tidak ketahuan bergerak saat penjaga pos berhenti mengucapkannya dan menoleh ke belakang. Pada permainan aslinya, semua pemain berlari bila punggung penjaga pos berhasil ditepuk. Sekilas kelihatannya seru dan menyenangkan, ya? Tapi ternyata tidak berlaku demikian, folks, untuk drama Korea Squid Game ini!
Squid Game adalah sebuah serial yang bertemakan survival game alias permainan bertahan hidup yang didesain ulang berdasarkan permainan tradisional anak-anak di Korea dengan genre survival-thriller. Nama Squid Game diangkat dari salah satu jenis permainan yang dimainkan, disebut squid atau cumi-cumi, karena lapangan yang digunakan untuk bermain memiliki bentuk seperti cumi-cumi.
Secara garis besar menceritakan tentang kehidupan Song Gi Hun, seorang single-parent yang kehilangan hak asuh atas putrinya karena tidak punya pekerjaan, terlilit utang ratusan juta won, dan hidup luntang lantung tanpa privilese. Ia senang berjudi pada olahraga pacuan kuda dan hanya menumpang di rumah sang ibu yang justru tengah menderita penyakit diabetes akut dan bekerja sebagai pedagang.
Dalam keputusasaannya itu, suatu hari dia bertemu dengan salah seorang agen yang menawarkannya untuk ikut bergabung dalam sebuah permainan misterius, dimana permainan ini mempertaruhkan uang sebesar 45,6 milliar won. Tidak perlu kerja keras menghabiskan waktu sekian tahun untuk menabung, cukup memainkan enam permainan selama enam hari, menang (selamat), terus dapat uang, deh.
Song Gi Hun akhirnya penasaran dan tergiur untuk bermain dan bergabung bersama ratusan orang lainnya yang ternyata juga memiliki kesulitan hidup dan sedang dikejar-kejar utang. Disana, ia bertemu dengan teman kecilnya, Cho Sang Woo, yang selama ini mengaku tengah melakukan perjalanan bisnis di Amerika, namun nyatanya terlibat utang dan menjadi incaran polisi karena kegagalan investasinya. Ia juga dipertemukan dengan seorang kakek pengidap tumor otak, gadis asal Korea Utara, Kang Sae Byeok, dan seorang imigran gelap asal Pakistan, Ali.
Mereka membentuk tim untuk bisa bertahan dan melindungi satu sama lain, meskipun pada akhirnya berbagai pengkhianatan pun tak mampu terelakan di dalam ruang kubus yang besar dan antah berantah itu. Di dalamnya, serial ini juga memperlihatkan tentang seorang polisi muda yang berjuang mencari kakaknya yang ia curigai tengah bergabung dalam Squid Game. Berbagai rencana cerdik ia jalankan yang mana malah membawanya pada satu masalah besar.
Sebagaimana sebuah film dengan genre survival-thriller, berbagai pertumpahan darah seakan menjadi hal yang lazim disini, dari mulai tembak menembak hingga tusuk menusuk. Serial ini mulai terasa menegangkan saat permainan pertama dimulai, yang mana adalah permainan Lampu Merah, Lampu Hijau yang telah dijelaskan sebelumnya. Semua orang tampak terkejut dengan twist yang dihadirkan dalam game tersebut. Mungkin mereka pikir permainan anak-anak yang dipakai hanya sebatas permainan biasa, yaa.
Squid Game sebetulnya bukan satu-satunya serial atau film yang mengusung konsep survival game. Produksi Netflix sebelumnya, Alice in Borderland, juga menyuguhkan tema cerita demikian. Ada juga beberapa judul dengan jalan cerita yang memiliki genre serupa, seperti The Hunger Games, Escape Room, Ready or Not, The Hunt, Battle Royale, dan film Jepang As the Gods Will, yang bahkan dituduhkan menjadi inspirasi plagiarisme yang dilakukan oleh penulis Squid Game (namun beliau telah mengkonfirmasi bahwa ia sudah menyusun naskah ini sejak tahun 2008, adapun kemiripan dalam permainan ialah karena kedua negara tersebut memang memiliki jenis permainan yang sama).
Bukan Sekadar Survival-Thriller Drama
Namun bukan drama Korea namanya jika tidak bisa mengambil hati penonton dengan segala kompleksitas cerita, plot-twist dan pendalaman karakter yang brilian. Sama seperti film Parasite, Squid Game secara tidak langsung menyorot isu sosial yang mengakar terjadi dalam kehidupan sehari-hari, contoh sederhananya ditunjukan melalui diskriminasi kaum perempuan yang dianggap lemah dan terpinggirkan ketika menyangkut pertarungan, lalu dijadikan alat pemuas hasrat belaka yang mana ketika telah terpenuhi malah dibuang begitu saja.
Kelas sosial juga ditampilkan melalui tugas para staff berseragam merah dan bertopeng yang bekerja dalam pengaturan Squid Game, masing-masing memiliki simbol segitiga, segi empat dan lingkaran pada topengnya. Menurut Hwang Dong Hyuk sang sutradara, simbol lingkaran mewakili para pekerja, mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara atau menjawab ketika tidak dipinta, hanya menjalankan perintah atasan. Lalu segitiga adalah simbol untuk tentara, mereka yang bertugas khusus mengeksekusi pemain. Sementara segi empat untuk manajer, para kaki tangan bagi The Front Man, sang pemimpin yang berhubungan langsung dengan Host, mastermind dari permainan misterius tersebut.
Tidak hanya peran masing-masing staff bertopeng, adanya Squid Game ini sendiri menyandung isu kapitalisme dan kelas sosial yang lebih besar. Orang kaya yang memiliki terlalu banyak uang kebingungan bagaimana agar bisa menemukan kesenangan. Hausnya kebahagiaan hakiki yang mereka rasakan menjadikan orang-orang kelas bawah—dalam hal ini para pemain yang terlilit utang piutang dan persoalan hidup lainnya—sebagai objek penghibur mereka layaknya kuda di tengah arena.
Cerita ini ditampilkan oleh para VIP yang menonton mereka dari balik kaca saat permainan tengah berlangsung, dan bertaruh untuk sesuatu yang mereka sebut kebahagiaan. Sebuah ironi yang nyata berkebalikan dengan kisah Song Gi Hun, yang bertaruh untuk mendapatkan uang demi mencicil utang dan membelikan hadiah ulangtahun bagi putrinya.
Mengulik lebih jauh tentang kapitalisme, menurut Karl Marx, kapitalisme adalah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh pemilik modal supaya mencapai keuntungan yang maksimal. Tentu saja realitanya sistem ini hanya menguntungkan sebagian kalangan selaku pemilik modal, menekan para pekerja atau buruh dan menyeret mereka pada sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekadar sistem perekonomian, sebagaimana yang disebutkan Ebenstein (1990) dan Ir. Soekarno.
Para VIP, termasuk Host dari penyelenggara Squid Game mengabaikan sikap kemanusiaan karena hegemoni kapitalis dan individualisme yang dianutnya. Mereka tidak percaya dengan manusia, oleh sebab itu tidak ada belas kasih dalam aturan-aturan di setiap permainannya, bahkan termasuk dalam management-nya sendiri. Sekali saja tertangkap melanggar, nyawa adalah taruhannya. Mereka pikir tujuan utamanya adalah uang dan kebahagiaan, yang bisa ditukar macam simbiosis mutualisme.
Tidak Lepas Dari Oknum
Di balik isu kapitalisme dan kesenjangan sosial, jalan cerita yang apik ini semakin kompleks dihadirkan oleh para oknum yang memanfaatkan keadaan manusia lain. Beberapa staff yang memiliki akses terhadap ruang-ruang rahasia disana memanfaatkan momen krusial ini dengan menjadi penyalur organ tubuh para pemain yang telah mati untuk diperjualbelikan. Oknum-oknum ini, yang juga datang dari kalangan pekerja, mencari segala cara untuk kepentingan dirinya sendiri meski mereka tahu risikonya sangatlah besar. Tentunya sikap ini tidak menjadi akhir yang memuaskan bagi mereka, karena secerdik apapun strategi yang dimiliki, pada akhirnya kita tidak bisa melawan para 'pemilik modal' yang berkuasa.
Dalam realitas sosial, keseharian kita juga tidak lepas dari oknum-oknum yang mengutamakan kepentingan pribadi, baik dari skala kecil hingga besar. Kalau di Indonesia, contoh paling nyata ditampakan lewat korupsi dana bansos yang dilakukan mantan menteri Juliari Batubara untuk bencana Covid-19. Belum lagi calo-calo yang mengambil keuntungan dari vaksinasi di beberapa daerah, serta harga SWAB Test yang diklasifikasikan untuk golongan-golongan tertentu. Meningkatnya pengangguran dan PHK, juga berbanding lurus dengan bertambahnya kekayaan para petinggi di tengah pandemi.
Berbagai konflik yang dibangun dalam Squid Game sesungguhnya benar-benar menampar kita akan realita sosial yang sering terjadi. Mungkin faktor-faktor tersebut lah yang membuat serial ini menjadi sangat terkenal di beberapa negara. Ia bukan hanya berisi tentang perjuangan hidup dan permainan anak-anak yang berubah mengerikan. Lebih jauh dari itu, keseluruhan plotnya membungkus kisah manusia secara umum dengan segala sistem yang mencekik dan menguntungkannya, didukung oleh pendalaman karakter dan pengkhayatan para aktor membuat problema yang dialami masing-masing tokoh menjadi terasa sangat dekat dengan penonton.
Mungkin saja memang Hwang Dong Hyuk sebagai penulis dan sutradara tidak sedetail itu mengaitkan semuanya ke dalam sistem sosial dan sebagainya, namun dengan tersadarnya kita akan refleksi ini tentu menjadi nilai tambah tersendiri untuk Squid Game, bahwa waktu panjang penulisan naskah rupanya berhasil menampilkan drama kehidupan yang sarat akan makna dan pesan moral.
Squid Game seakan menyadarkan kita, seseorang bisa 'gila' jika terlalu kekurangan dan terlalu kelebihan. Kira-kira setelah menonton ini, apa kamu masih percaya manusia?