Mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
Kami, putera-puteri Indonesia
Mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia
Kami, putera-puteri Indonesia
Menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia
Ya, begitulah kalimat
sederhana namun penuh makna itu diikrarkan 89 tahun lalu. Sudah menjelang satu
abad, sejak para pemuda Indonesia memperjuangkan bangsa ini. Apa yang sudah
kita lakukan untuk terus membangun negeri yang tengah di rundung badai ini?
Apa yang mesti kita lakukan
di tengah pembangunan bangsa yang tak kunjung dewasa ini?
Di tengah semakin derasnya
segala perkembangan dunia, sebagai pemuda, apa sih yang harus kita perjuangkan?
Oh, millennials. Pernahkah
terpikirkan oleh kita semua hal-hal seperti itu?
Menjadi bagian dari
generasi millennials, atau generasi Y, tentunya adalah sebuah tantangan
tersendiri untuk dapat terus berdiri di tengah-tengah arus perkembangan zaman.
Dimana para millennials harus menjadi contoh tauladan bagi para generasi Z,
atau yang kini dikenal sebagai “kids zaman now”. Tidak hanya itu, mereka, kita,
dan termasuk penulis sendiri harus menjadi penerus para generasi X yang patut
untuk dibanggakan. Karena sesungguhnya di tangan kita lah segala tumpuan
harapan bangsa tertanam.
Menjadi bagian dari pemuda
dan pemudi di era saat ini, rupanya semakin berat beban yang harus ditanggung.
Kita harus mampu menyesuaikan diri dengan segala perkembangan teknologi.
Mengikuti arus yang ada dengan pandai memilah-milah, agar tak digunjing oleh
mereka, “anak zaman sekarang“ yang pertumbuhannya luar biasa dahsyat dalam
menghadapi era serba modern. Kita bagaikan kakak tengah di antara tiga
bersaudara. Ketika kakak pertama kita sukses, maka kita harus mampu mengikuti
langkah keberhasilannya dengan cara kita, agar orangtua bangga terhadap kita.
Bahkan kita harus mampu melampaui kesuksesannya, agar sang kakak juga tersenyum
puas melihat kesuksesan yang kita raih. Tetapi, di sisi lain, sebagai kakak
kita juga harus mampu membimbing adik kita, bagian dari generasi Z, yang perkembangannya
akan kemajuan dunia ini begitu rentan. Sehingga perlu untuk kita arahkan.
Jangan hanya kita perhatikan dengan sesekali mencibir, kemudian diabaikan
begitu saja.
Dengan kata lain, kita
harus membuat bangsa ini bangga dengan segala pencapaian dan kontribusi yang
dilakukan. Kita harus membuat para pendahulu tersenyum puas melihat Indonesia
tumbuh dengan makmurnya, besar dengan prestasinya. Sehingga menjadi pacuan
untuk para pemuda di generasi yang akan datang. Bertepatan dengan hari dimana
para golongan muda mengikrarkan sumpahnya ini, tentu mengingatkan kita akan
pentingnya peran pemuda.
Lantas, kita harus
bagaimana?
Diam di tempat dan hanya
belajar sesuka hati kita? Cukup asik dengan melihat banyak hal viral tak
mendidik, yang hanya bikin negara kita menutup muka?
Tentu tidak. Ada begitu
banyak cara yang bisa dilakukan untuk dapat terus berkontribusi, menjadi pemuda
millennial yang kreatif, dan salah satu yang dapat dengan mudah dan murah dilakukan
adalah membaca.
Seperti yang harus kita
ketahui, minat pembaca Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan
studi “Most Littered Nation in the World” yang dilakukan oleh Central
Connecticut State University pada 2016 lalu, Indonesia tercatat menduduki
peringkat ke-60 dari total 61 negara. Hasilnya sebesar 0,001% minat untuk
membaca di Indonesia, dan itu artinya dari 1000 orang, hanya 1 orang yang rajin
membaca. Padahal berdasarkan komponen infrastruktur di Indonesia, negara kita
ini berada di atas negara-negara asia tenggara lain, seperti Filiphina.
Kenapa bisa begitu
memprihatinkan seperti ini? Rupanya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia
masih sangat minim dalam memanfaatkan infrastruktur yang ada. Kita tidak
terbiasa dengan dunia literasi, dunia tulisan, yang menjadikan kita kaya akan pengetahuan.
Kita semua tentu pernah mendengar pepatah ini, bukan? Bahwa buku adalah jendela
dunia. Ya.
Kenapa hanya dengan
membaca kita bisa membuka jendela dunia? Kenapa tidak dengan berkeliling
melakukan perjalanan ke setiap negara, dan mengamati kebiasaan orang-orangnya
agar kita bisa mencontek kesuksesan mereka?
Karena dengan membaca,
kita bisa mendapatkan begitu banyak hal tanpa mengeluarkan banyak uang. Setara
bukan dengan berkeliling dunia? Apalagi dengan teknologi yang sudah begitu
canggih ini, kita tidak perlu jauh-jauh ke perpustakaan atau pergi ke toko buku
jika tempatnya memanglah tidak terjangkau. Perusahaan besar seperti google, dan
lain-lain telah menyediakan fasilitas untuk kita membaca. Jadi, tidak ada
alasan untuk mengatakan malas hanya karena toko buku atau perpustakaan sangat
jauh dari tempat tinggal. Bahkan, di Indonesia banyak sekali program-program
ataupun gerakan membaca yang digalang oleh tokoh-tokoh inspiratif kita. So,
kenapa kita tidak coba bantu untuk mengembangkannya, dan ajak teman-teman,
keluarga, adik-adik, bahkan saudara-saudara kita di luar sana untuk terbiasa
membaca?
Lalu, tahukah Anda?
Dengan membaca, wawasan
kita akan terbuka lebar-lebar. Segala pengetahuan kita akan dunia ini menjadi
berkembang. Kita juga tidak akan mudah dibodohi oleh perkembangan zaman, karena
kita bisa selektif dalam segala pembaruan yang mudah datang begitu saja ke
negerti tercinta ini. Selain itu, sering membaca dapat menambah pengetahuan
kita tentang kosakata baik itu bahasa asing maupun bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Sesuai dengan ikrar sumpah pemuda, bukan?
Membaca tidak membutuhkan
tenaga seperti halnya berlari keliling stadion hingga beratus-ratus meter.
Membaca juga tidak perlu cara-cara khusus, seperti harus duduk tegak tanpa
istirahat. Kita bisa membaca dimanapun dengan santai, dengan cara apapun yang
kita inginkan. Tetapi dengan kegiatan yang tidak membutuhkan tenaga kuda itu,
kecerdasan otak kita akan semakin terasah tanpa kita sadari. Bahkan kita bisa
mendapatkan efek positif lain, seperti timbul kesenangan menulis. Dengan
menuliskan apa yang telah kita peroleh lewat membaca, tulisan-tulisan kita akan
terasa lebih kaya. Kita akan mampu menuliskan gagasan baru yang tidak sempat
kita utarakan, sehingga akan banyak tersebar karya-karya dan gagasan anak bangsa
yang tak terhingga dari Sabang hingga Merauke.
Jadi, inilah waktunyakita
berliterasi. Menjadi pemuda yang kreatif dan penuh karya!