Yo waddap, folks!! Cukup lama gue nggak berkelana di dunia blogosphere, mungkin sekitar satu bulan lebih dua minggu? Life is challenging for me this past few months, and i'm still struggling for it. Akhir-akhir ini tuh menulis jadi sesuatu yang penuh pressure buat gue. Bisa dibilang, gue kehilangan sparks-nya dalam merangkai kata-kata. Not only for this blog, but it also happens to my podcast. Seperti yang terlihat, satu bulan kemarin gue sama sekali nggak produce satu episode. Bukannya nggak punya satu pun yang bisa dibagi, but i just thought the topics weren't good enough to be published. Maka dari itu beberapa stok hanya mengendap di draft. Ditambah dua minggu ini gue kembali jatuh sakit, makin susah pula cari waktu dan mood yang pas untuk rekaman.
Begitu juga dengan blog, sebetulnya gue sempat nulis beberapa draft, bahkan ada yang udah setengah jadi. Salah satunya postingan berbahasa Inggris yang judulnya United by Emotion. Postingan itu gue dedikasikan untuk hari kemerdekaan Indonesia dan para atlet yang bertanding di Olimpiade Tokyo 2020. Namun karena gue kesulitan untuk mengatur fokus di blog, alhasil tulisan-tulisan ini masih juga nangkring disana.
Nah, di tengah-tengah hilangnya mood ini, gue justru menemukan kembali semangat lewat serial favorit gue di tahun 2005 yang ditayangkan ulang di salah satu saluran TV kabel, yakni Kiamat Sudah Dekat. Ada yang masih ingat??
Sumber: Citra Sinema (Buat teman-teman yang mau nonton, selain di YouTube, Kiamat Sudah Dekat dan beberapa seri seperti Lorong Waktu, PPT, bisa ditonton di situs ini, lho. Tinggal klik aja😉) |
Secara garis besar, serial ini bercerita tentang perjuangan seorang anggota band rock, Fandy, yang jatuh cinta dengan putri Haji Romli yang bernama Sarah. Ia pertama kali menjumpai Sarah ketika Saprol, seorang bocah penggila musik rock mencuri sepatu lars miliknya saat Fandy tengah menepi di mushola untuk membasuh wajahnya yang terkena timpukan es krim saat di jalan. Fandy yang memergoki Saprol lantas mengejar Saprol yang terus berlari sampai di rumah Pak Haji dan bertemu dengan Sarah. Sejak pandangan pertama itulah Fandy menyukai Sarah dan memikirkan segala cara agar ia bisa menemui gadis itu, seperti membiarkan sepatunya dicuri lagi oleh Saprol.
Namun latar belakang Fandy yang tumbuh besar di Amerika dengan keluarga yang sama sekali tidak mengenal agama membuat perjuangan Fandy disini begitu berat agar bisa "lulus" sebagai menantu Pak Haji. Ia harus melewati serangkaian tes dari Pak Haji, yakni harus bisa membaca Al-Qur'an, sholat, dan yang paling sulit menguasai ilmu ikhlas. Terlebih ia juga harus bersaing dengan Farid, anak teman Haji Romli yang sudah dijodohkan dengan Sarah dan sedang berkuliah di Kairo.
Serial yang terdiri dari tiga season ini sempat mewarnai masa kecil gue dan mungkin teman-teman di luar sana, khususnya ketika memasuki bulan Ramadhan. Para tokoh diperankan oleh Deddy Mizwar sebagai Pak Haji, Andre Taulany sebagai Fandy, Dwiki Riza sebagai Saprol, dan Zaskia A. Mecca sebagai Sarah. Namun di balik kesuksesan serial ini, ternyata masih banyak yang belum tahu lho, bahwa sebelum dibuat sinetron, Kiamat Sudah Dekat ini merupakan film yang dirilis pada tahun 2003.
Berkat antusiasme masyarakat dan tanggapan positif atas film tersebut, maka dua tahun kemudian beliau memutuskan untuk membuat versi drama serinya dengan beberapa perubahan dan penambahan pemain, seperti tokoh Sarah yang sebelumnya diperankan oleh Ayu Pratiwi, menjadi Zaskia Adya Mecca yang lebih kita kenal. Begitu pun dengan pergantian peran ibu Fandy, Bu Endang (ibunya Saprol) dan kedua teman bandnya, serta kehadiran Kipli yang sebelumnya tidak muncul di dalam film. Tokoh Kipli yang diperankan oleh Sakurta Ginting untuk menjadi sohib karib Saprol justru malah menambah keseruan dan kelucuan sinetron ini. Membuat alur cerita menjadi nggak bosan ketika melihat kepolosannya yang dibarengi dengan kecerdasan dan kejahilan Saprol.
Hal ini juga yang menandai perbedaan antara versi film dengan sinetron. Jika film berpusat pada kisah cinta Sarah dan Fandy, maka lain halnya dengan sinetron yang lebih kompleks karena diiringi dengan kisah tokoh-tokoh di sekeliling Pak Haji dan Fandy. Dalam setiap episodenya, terselip banyak sekali pembelajaran hidup yang bisa kita dapat dari keseharian masing-masing karakter. Nggak cuma tentang Pak Haji yang mulai menghadapi kenyataan bahwa putri kesayangannya sudah beranjak dewasa dan gelisah menentukan mana calon suami yang terbaik untuk Sarah, tapi juga kisah sehari-hari tentang Saprol si anak yatim dan ibunya yang bekerja sebagai tukang cuci, Kipli yang nggak punya cita-cita apapun kecuali menjadi anak yatim karena ayahnya seorang pemabuk dan penjudi yang ringan tangan, hingga kisah tentang teman band dan keluarga Fandy, dari yang tadinya buta agama, menjadi seseorang yang sibuk ingin menambah pahala.
Dulu, ketika menonton sinetron ini, gue nggak mengerti apa-apa kecuali Saprol dan Kipli yang lucu, Pak Haji yang tegas tapi penyayang, dan juga tentang Fandy yang belajar agama dan Sarah yang diam-diam suka Fandy. Melihat judulnya, bahkan gue sempat bertanya-tanya, mana kiamatnya? Apa yang tentang kiamat? Wong ceritanya gini-gini aja, kok.
Sekarang setelah gue rewatch seri ini, gue menyadari ada banyak sekali pesan moral dan makna yang terkandung lewat cerita kehidupan mereka, yang sebenarnya sangat menggambarkan judul secara keseluruhan, bahwa Kiamat Sudah Dekat. Mungkin ini pula yang membuat ceritanya sangat menarik untuk diikuti dan dekat dengan keseharian. Penulis mampu mengemas alur cerita yang sederhana menjadi apik, relatable, penuh pengkhayatan dan terasa menyentuh bagi siapapun yang menonton.
Berbagai dialog dan guyonan yang diucapkan juga terkesan sangat natural, nggak dibuat-buat, layaknya obrolan kita dalam kehidupan sehari-hari. Akting para pemain pun sangat jempolan. Gue selalu suka adegan yang ada Saprol dan Kiplinya. Meski masih anak-anak, mereka mampu mengimbangi akting para seniornya. Ada salah satu adegan favorit gue, yakni ketika Saprol menangis setelah dipukuli ibunya karena mencuri sepatu. Kalau dilihat-lihat, persis banget kayak anak-anak lain yang habis dipukuli. Gue sampe mikir, ini anak beneran dipukul apa nggak?😆
Lalu disana nggak akan kita temukan tokoh humoris yang berusaha terlihat lucu (meski ini drama komedi religi), nggak ada pula peran si miskin yang terlihat melas banget sampai compang camping, sewajarnya saja. Justru semua itu cukup ditunjukan dengan dialog, penokohan yang pas diperankan, suasana, lingkungan perkampungan yang nyata, hingga properti, make-up dan wardrobe yang niat. Nah, kostum dan make-up yang apik ini salah satunya dimunculkan pada adegan ketika ayah Kipli mendadak memiliki gangguan jiwa. Saat itu ayah Kipli benar-benar terlihat seperti orang gila yang kita jumpai di jalanan. Begitupun tampilan Kipli sendiri yang kurus dengan baju kelonggaran dan baju seragam yang menguning sudah cukup membuat kita tahu bahwa dia adalah anak yang nggak terurus oleh orangtuanya.
Kalau boleh dibandingkan, gue malah lebih senang menonton sinetron jadul yang berkualitas seperti ini daripada sinetron zaman sekarang karena alasan-alasan di atas. Sebab sebagai penikmat film atau serial, nggak cuma alur cerita dan akting para aktor yang jadi perhatian, tapi juga aspek-aspek pendukung (termasuk sinematografi) tersebut lah yang bikin gue bisa mengapresiasi sebuah karya. Dan dari semua hal itu, gue bisa yakin bahwa sinetron ini dibuat dengan sungguh-sungguh oleh tim yang solid.
Satu hal yang juga gue suka dari sinetron ini adalah durasi yang pendek (nggak lebih dari 50 menit) dan jumlah episodenya yang nggak lebay, malah selalu terkesan gantung di setiap episode terakhir, bahkan pada season yang ketiga sekalipun. Gara-garanya, gue dibikin penasaran banget karena banyak adegan yang diharapkan ada, tapi nggak dimunculkan dalam sinetron. Misalnya, pernikahan Pak Haji dan Bu Endang, kehidupan sehari-hari Fandy dan Sarah setelah menikah (diperlihatkan sih, tapi sedikiiiiiit banget, padahal gue nge-ship mereka berdua🥺).
Pada season satu, jumlah episodenya terdiri dari 50 episode, season dua berisi 20 episode, dan season ketiga hanya 22 episode. Singkat, padat, dan jelas banget, kaan!! Tapi di antara ketiga season itu, gue lebih suka season yang pertama karena sangat membekas di hati. Lagipula, pada season kedua dan ketiga, ceritanya nggak lagi berpusat pada kehidupan Fandy dan Sarah, juga Pak Haji, tapi lebih meluas seiring dengan bertambahnya karakter yang ada di sekitar Saprol dan Kipli.
Di bawah ini gue cantumin video episode 1-nya buat teman-teman yang juga ingin nostalgia😁 The soundtrack was epic too though! Paling nggak, teman-teman harus nonton bagian opening-nya. Untuk ukuran sebuah sinetron yang tayang di era itu, INI KEREN!
Nggak cuma hal-hal yang bersifat teknis yang gue kagumi dari serial ini, tapi dari segi kualitas cerita dan pembangunan karakter pun nggak main-main, jelas dan terstruktur, nggak ngalor ngidul kemana-mana. Belum lagi banyak dialog-dialog mengenai agama antar sesama tokoh, termasuk Ustadz Jamal dan keluarganya Fandy yang sangat kritis dan mengutamakan logika, membuat gue secara nggak langsung mempertanyakan keislaman sendiri. Seperti halnya papa Fandy, beliau sering sekali mempertanyakan tentang negara kita yang dikenal religius karena memiliki lima agama namun banyak korupsi dimana-mana, juga dirinya yang dikenal dermawan, sering bersedekah dan sukses meskipun tidak memiliki agama. Bagaimana bisa dia memerlukan agama kalau hidup dengan baik saja ternyata cukup? Pikirnya.
Lalu gambaran karakter antara Fandy dan Farid yang berseberangan semacam jadi refleksi sekaligus "sindiran" untuk penonton. Fandy, yang dianggap buta agama, anak band, dan hanya lulusan SMA meski besar di Amrik, namun bersikap rendah hati, humble, dan selalu membantu sesama. Ia selalu sadar akan kekurangan diri dan merunduk di hadapan orang lain yang ia rasa memiliki ilmu jauh di atas dirinya. Sementara Farid, karena ia merasa memiliki ilmu yang tinggi dengan belajar di Kairo, secara nggak sadar membuat dirinya menjadi congkak dan kelewat PD bahwa Haji Romli pasti akan memilihnya sebagai menantu. Berbanding terbalik dengan Fandy, yang perlahan-lahan mulai mendalami agama, dan belajar mengikhlaskan Sarah ketika tahu bahwa ilmunya nggak lebih baik daripada Farid yang saat itu sudah berusaha mendekati Sarah.
Nah, ini dia salah dua adegan favorit gue (banyak banget yak adegan favoritnya LOL) . Saat Sarah menulis surat untuk Fandy yang memberitahu bahwa dia ingin Fandy melakukan sesuatu di saat Fandy sedang ingin menyerah, dan diam-diam mendo'akannya. Nggak terkecuali moment dimana Fandy akhirnya mulai menyerah dan mengikhlaskan Sarah kepada Farid. Dialognya dengan Pak Haji saat di mushola yang menyatakan ucapan terima kasihnya dan keikhlasannya inilah yang bikin Pak Haji luluh hingga tanpa pikir panjang langsung memilih Farid sebagai menantunya.
Fandy: "Pak Haji, saya sebentar aja ya. Saya mau ngajak Saprol dan Kipli piknik."
Pak Haji: "Nggak, lo mesti ikut denger, ikut tau, atas dasar ape gue ngambil keputusan. Supaya nggak ada prasangka di antara kite."
Fandy: "Saya percaya sama Pak Haji. Sarah saja sudah mengikhlaskan Pak Haji yang memutuskan, apalagi saya. Saya senang Pak Haji sudah menemukan calon buat Sarah. Jadi, saya kira saya langsung aja Pak Haji."
Pak Haji: "Sebentar. Gua kan belom ngambil keputusan, jadi lo mesti ikut denger."
Fandy: "Cukup, Pak Haji. Saya sudah bersyukur bisa mengenal Pak Haji dan Sarah. Itu sudah cukup buat saya, Pak Haji."
Pak Haji: "Maksud lu?"
Fandy: "Pak Haji tahu, sebelum saya mengenal Pak Haji dan juga Sarah, saya dan keluarga saya adalah orang yang tidak mengerti agama, Pak Haji. Sama sekali tidak mengerti. Apa yang saya dan keluarga saya alami, sungguh merupakan karunia yang besar dari Allah. Makasih, Pak Haji, terima kasih. (Nangis sambil cium tangan Pak Haji😭). Dan mengenai Sarah, Farid memang pantas menjadi calon suami Sarah."
Kipli: "Bang Fandy, cepet dong!!"
Fandy: "Buat saya, kebahagiaan Sarah adalah kebahagiaan saya juga. Dan bagi saya, cukuplah karunia Allah buat saya dan keluarga saya, yaitu berupa iman kepada Allah dan Rasul-Nya..."
Saprol: "Jadi kak Sarah diikhlasin begitu aja, Bang?!"
Pak Haji: (Terbengong-bengong😄) "Elo.. elo.. elo yang bakal jadi calon mantu gue. Elo BAKAL JADI CALON MANTU GUE!!"
Gue terharu pas nonton bagian ini. Mungkin kalau lewat tulisan kurang terasa ya, tapi berbeda rasanya saat nonton langsung. Mengingat dulu gue belum mengerti apa-apa saat pertama kali nonton, dan sekarang gue baru sadar akan perjuangan Fandy dan keikhlasannya yang sehebat itu untuk akhirnya bisa meminang Sarah. Pengembangan karakter yang terbangun pun nggak cuma terjadi kepada Fandy, tapi juga dialami oleh ayah Kipli setelah sembuh dari penyakitnya. Ah, teman-teman harus nonton langsung, deh, biar gue ada temennya🤭
Gue harap kualitas sinetron kita saat ini bisa kembali ditingkatkan dan bisa belajar dari sinetron yang telah tayang belasan tahun lalu ini. Bahwa sebelum ada sinetron yang fokusnya mendramatisasi toxic marriages, perselingkuhan, kisah percintaan yang cheezy, drama komedi yang lebay dan semua alur yang mudah ditebak dengan episode yang beribu-ribu dan syuting stripping tiada henti, kita pernah kok punya selera tayangan yang bagus. Percayalah, Kiamat Sudah Dekat bukan satu-satunya sinetron Indonesia yang berkualitas pada masa itu. Kalau dulu sebelum teknologi mentereng saja kita bisa memproduksi tayangan yang berkualitas, kenapa sekarang tidak?
11 komentar
Ink sinetron favorit akuuu pada zamannya. Duh, baca ini kembali diingatkan sm beberapa episode yg berkesan. Aku suka sm karakter pak haji n fandy disini. Adegan2nya pun renyah banget. Suka banget sm ending ttg ilmu ikhlas yg bener2 jlebb. N ini byk terjadi di dunia nyata. Betapa bahkan org berilmu tinggi pun gak bs aplikasikan yg namanya ilmu ikhlas.
BalasHapusSinetron jaman dulu emang nostalgic dan penuh makna banget ya mbaak, terlepas itu bagian dari kenangan kita atau nggak, dari segi cerita dan perintilan teknikal yang lainnya tuh dibuat dengan sungguh-sungguh dan banyak pembelajaran yg bisa kita dapat. Terlebih si pembelajaran ini juga bisa ditunjukin sama sikap dan ekspresi tokohnya, gak melulu dari dialog🥺 Betul-betul merepresentasikan kehidupan sehari-hari yaa soal ilmu ikhlas ini.
Hapusfavorittttt akuuuuuu dari pertama keluar
BalasHapusdari zamannya ayu pratiwi yang main.
terus sama mesin waktu, ehh apaan ya judulnya, kayaknya ada kata kata mesin waktu
dulu nggak ketinggalan buat nontonin tayangan ini. Nilai yang bisa dipetik juga banyak, relate banget sama kehidupan sehari hari, simple tapi ngena
Ah iyaaaa, Lorong Waktu ya mbak Inun? Itu juga aku suka bangetttt nonton karena di tahun segitu aku udah bisa ngerti tontonan sedikit banyaknya. Sinetron ini mesti tayang pas bulan puasa ya mbak😅 jadi bikin kenangannya makin berasa karena cuma tayang setaun hihi. Entah kenapa kok dulu bisa kepikiran buat drama religi yg settingnya pake mesin waktu, unik gitu, bahkan lebih kreatif daripada jaman sekarang nggak sih mbaak😫😥
HapusAwl aku udah mikir kirain Awl balik-balik bawa bahasan berat banget wkwk ternyata ngomongin Kiamat Sudah Dekat yang ini 😅
BalasHapusAku inget dulu nonton ini biasanya pas bulan puasa buat nemenin sahur yaa.. Dan dialog Fandy sama Pak Haji yang soal "lo yang bakal jadi calon mantu gue" itu masih nempel bangeeett aku masih kebayang ekspresi mereka 😂
Tapi aku ga inget sama sekali pernah nonton apa ga yang pas Fandy sama Sarah udah nikahnya niih haha
HAHAHAHA nggak laaa kak Eya, capek mikir yang berat-berat mulu🤣
HapusIyapp bener banget kak, biasanya seingatku ini tayang setelah isya gitu, dan rerunnya ditayangin lagi pas sahur (sebelum ada variety show spesial sahur). Soalnya dulu tiap pulang tarawih pasti lihat eyangku masih nonton sinetron ini di ruang tengah. Dialog-dialognya emang simple, natural dan ngena banget ya kak Eya🥺
Hayoloo mungkin kak Eya lupa😅 wkwk. Soalnya scene Fandy sama Sarah pas udah married emang dikit banget sih, karena sisanya fokus sama kisah pak Haji Romli yg berjuang untuk bisa nikah sama Bu Endang. Tapi walaupun dikit tetep bikin kesemsem sama kisah cinta mereka, secara dari awal kita jarang banget liat Fandy sama Sarah deketan kaan😂
Ya ampun jadi inget sinetron-sinetron zaman dulu yang lain kayak Jin dan Jun, Jinny oh Jinny, Si Doel, Keluarga Cemara, dll yang horor-horor juga banyak. Kalau dipikir-pikir sekarang, zaman dulu itu beragam banget genrenya mulai dari fantasi sampai sci-fi ada wkwk. Jadi inget Lorong Waktu juga hehehehe. Sinetron Joshua waktu dia masih kecil juga banyak kan dulu. Biasanya tayangnya ada yang Senin sampai Jumat, ada yang seminggu sekali aja ya.
BalasHapusBENER BANGETT KAK ENDAH😭😭 Sinetron jaman dulu tuh malah episode dan durasinya sekali tayang lebih pendek juga (mungkin cuma tersanjung sama bidadari kali ya yg episodenya terkenal ratusan🤔). Dari jadwal tayangnya pun mirip-mirip sama drakor, dulu banyak yg tayang seminggu sekali. Kecuali sinet yg ngetop banget, pasti tayang senin-jum'at. Keren bat deh🥺 Jadi malah lebih bangga sama karya-karya yang dulu daripada yg sekarang ya kak karena kualitas programnya yg nggak berkembang dan terus downgrade😔
HapusBtw kak Endah nonton disini ada setan nggak? Itu juga horror kan yaa dan mayan rame sih, karena nggak ada sinetron lain yg ikut-ikutan bikin genre kayak gini meskipun ada yg sukses. Makin variatif deh tontonannya😍
ENGGAAAK xD nggak berani. xD Dulu temen-temenku nonton itu Awl, tapi aku nggak ikutan soalnya takut. >.<
HapusDulu nggak terlalu ngikutin serial ini sih. Soalnya tahun" segitu, saya lebih seneng nonton power ranger sama kartun. Tapi pernah nonton sih, walaupun cuma beberapa episode. Kayaknya harus jadi daftar tontonan nih.
BalasHapusLebih sering mantengin tontonan di hari minggu ya mas😁 Saya juga masih seneng nonton kartun waktu itu—walaupun nggak semua karena banyak yg kesannya terlalu cowok (dulu masih mikir kyk gini pas kecil haha). Cuma kalau malem biasanya ya saya ikut nonton sinetron juga kayak Bidadari sama Pinokio, terus di bulan puasa nonton Lorong Waktu sama KSD ini, xixi. Coba ditonton deh mas Nandar, siapa tau bisa jadi hiburan di kala penat dan stress. Episode dan durasinya masih bisa diikutin kok. Btw saya kemarin nontonnya di yutub Citra Sinema😁
Hapus