Things I Have Stopped Doing
Sebetulnya gue nggak berniat untuk update blog dalam waktu dekat ini, karena memang lagi rungsing banget dengan beberapa hal in real life—yang membuat gue perlahan harus menjauh dari dunia maya. Pengecualian untuk salah satu platform called Quora, yang baru-baru ini lebih sering gue visit karena somehow media ini lebih sehat dan bisa lebih terkontrol algoritmanya IMO, karena gue bisa memilih sendiri mana topik yang mau gue konsumsi dan mana yang nggak—i don't even know is the algorithm works in this platform?😆
Dan pertanyaan yang terus melekat di kepala gue dari sekian topik yang muncul disana adalah, hal apa saja yang sudah berhenti gue lakukan—yang of course, memberi dampak positif untuk keberlangsungan hidup gue? Tapi karena gue nggak biasa jawab pertanyaan semacam ini di Quora, so just let me share what things i have stopped doing so far in here. Hitung-hitung sebagai refleksi diri dan postingan penutup di akhir tahun.
So, what 10 things you have reduced/stopped doing in your life?
1. Watching TV
Terhitung kurang lebih udah lima atau enam tahun ini gue nggak pernah lagi nonton TV dalam waktu yang lama, itulah kenapa jawaban ini yang paling pertama berkelebat di pikiran gue. Alasannya? Cuz i just don't feel the need to watch any of them, selain karena memang banyak program televisi yang semakin kesini semakin membosankan. Tayangan televisi yang gue tonton terakhir kali ya Mata Najwa, itupun nontonnya di YouTube😂. Ditambah menurut gue, kalau kita kebanyakan nonton TV, rasa nasionalisme gue justru malah semakin luntur karena yang kelihatan pasti yang jelek-jeleknya doang. Berita-berita rungsing tadi lah, acara-acara rumpi lah, atau program pencarian bakat yang berubah jadi acara lawak lah (sampe juri-jurinya juga jadi ikutan lawak), hingga soal sinetron yang alurnya ketebak alias gitu-gitu aja. Pokoknya nggak bikin gue happy dan makin cinta sama negara ini.
2. Using social media extensively
Kehidupan selama pandemi ini jujur bikin gue semakin attached sama media sosial, alhasil gue menyadari banyak waktu yang terbuang percuma. Ditambah kondisi psikis gue nggak merasa lebih baik saat nongkrong disana. Iya sih, saat keadaan gue sedang baik-baik aja, no problemo untuk sesekali cek Instagram, Twitter, Facebook, dsb, untuk dapet informasi terbaru dari komunitas, teman-teman, dan konten informatif lainnya, tapi pada akhirnya kegiatan ini tetap sia-sia. Even untuk mengakses berita yang paling penting sekalipun, otak gue berasa runyam dan drained banget karena yang muncul selalu berita negatif, hoax dan serangkaian polarisasi politik lainnya. So yeah.. saat ini gue sangat membatasi penggunaan medsos. Dua puluh sampai tiga puluh menit sehari cukup, and i'm happier with my real life!
3. Saying yes
Gue rasa salah satu kelemahan menjadi orang yang gak enakan adalah selalu berkata "iya", when i don't really wanna say yes. Entah sejak kapan gue mulai berani untuk memilah-milah kapan saatnya gue bisa bilang iya dan tidak, tapi seingat gue hal ini sudah gue terapkan lumayan lama. Ini bukan meromantisisasi self-love, tapi lebih kepada menghargai diri sendiri dan orang lain, bahwa alangkah lebih baik jika sesuatu dilakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas. Bukan karena sekadar.
4. Trying to blend in
One thing I can never tolerate in a group is gossiping other people. Karena itu blend in yang gue maksud disini adalah memaksakan diri hanya agar bisa diterima di suatu kelompok, padahal gue sadar dari sejak awal bahwa gue nggak bisa fit in dengan mereka. Salah satunya kebiasaan ngerumpi. Awal-awal gue masih bisa ngikutin arus, sih, tapi semakin kesini gue semakin bisa memberi batasan untuk diri sendiri. That's why gue sangat sayang dengan teman-teman gue sekarang (yang juga sangat sedikit) ini, karena ternyata kami sefrekuensi.
5. Overdressing
Well, in fact gue nggak semencolok dan selebay itu dalam berpakaian, hanya saja dalam kurun waktu tiga tahun kebelakang ini gue betul-betul prefer cara berpakaian yang lebih simple, baik itu soal style maupun pemilihan warna. Kalau dulu overdressing yang gue maksud adalah gue bisa pakai dua baju dalam satu kali dengan warna yang terbilang terang, contohnya kaos lengan pendek berwarna biru dongker yang dilapisi kemeja warna biru langit as an outer, sekarang nggak, or let's say jarang. I thought this was too much. Harusnya kalau gue mau pake outer untuk menutupi baju yang lengannya pendek, gue bisa pake outer yang bener-bener proper atau paling nggak warnanya jangan terlalu terang. Oh iya, warna pakaian yang gue punya dulu juga lebih variatif, banyaknya sama warna-warna pastel. Now i prefer earth tone as my favorite. It's preference, ofc. Pada intinya gue happy karena sekarang lebih bodo amat sama penampilan😁.
6. Impulsive buying of unnecessary things
Semoga hal ini nggak cuma berhenti gue lakukan karena bokek, LOL. Tapi nggak, sih, kenyataannya gue memang lebih pingin hidup minimalis dari sekarang. Memiliki barang-barang yang sebenarnya nggak terlalu gue butuhin itu bisa makan tempat banyak (dan sangat gue sesali), belum lagi kalau dibuang pun gue bingung harus buang kemana. Kecuali kalau sistem pemilahan sampah di Indonesia lebih tertib dan teratur macam di Jepang, kayaknya sih oke-oke aja *hush😂*.
7. Living in the past
Dengan segala permasalahan hidup as a decent human being, tentu gue nggak bisa selamanya lari dari masa lalu. Banyak malam-malam yang berlalu dengan tangis dan trauma akan segala macam ketakutan, baik itu apa yang gue alami atau justru kesalahan-kesalahan yang pernah gue lakukan yang menghantui. Yah, meski gue tahu gue masih harus struggling dengan ini, tapi setidaknya gue jadi lebih sadar dan merasa lebih content dengan kehidupan yang sekarang. Whatever happened in the past, stay there. Karena yang bisa gue lakukan sekarang hanyalah berjalan maju. Diri gue terlalu berharga hanya untuk menoleh pada hal-hal yang sudah usang.
8. Putting high expectation on people
Jujur gue bingung, apakah gue udah betul-betul berhenti menaruh harapan pada orang lain? Karena seringkali kenyataan nggak seindah harapan. Tapi dari postingan yang terakhir, gue memang belajar banyak untuk nggak lagi-lagi menggantungkan harapan terlalu tinggi terhadap mereka yang justru sama-sama manusia lemah dan banyak bolongnya kayak gue—i'm tryin'. Toh nggak semua orang bisa sejalan dengan gue, nggak semua orang harus sama personality traits-nya kayak gue, nggak semua orang harus sesuai pula dengan ekspektasi gue. I don't wanna be the ones who treat others the way they think God wants them to behave.
9. Judging a book by its cover
Gue punya beberapa cerita lucu sekaligus menohok soal bagaimana tindakan judgmental atau menilai sesuatu dari cover-nya itu mengubah sudut pandang gue. Iya, tapi hanya satu yang sampai saat ini memorable banget. Suatu hari gue lagi kepingin banget makan pempek tapi yang asli dari Palembang. Karena disini susah nyari yang khas Sumatera sana, gue jadi skeptis duluan sama pedagang-pedagang yang jualan pempek disini, sampai pada saat gue ketemu pedagang baru, gue malah suudzon duluan kalau pempek abang itu pasti sama aja kayak pempek lain yang dijual disini, dan akhirnya gue memutuskan untuk nggak beli sama sekali. Kemudian beberapa bulan setelahnya gue pingin makan pempek lagi, tapi karena memang nggak nemu-nemu juga tempat yang gue rasa itu khas Palembang, jadi gue pilih untuk menyambangi salah satu pedagang baru tadi, dan tebak apa? Ternyata si masnya ini baru dateng jauh-jauh dari Palembang buat buka usaha pempek, that's why gue nggak pernah lihat sebelumnya (yang parahnya malah skeptis duluan). Dan tebak lagi gimana?😅 Pempeknya enak bangeettt, asli. Rasa ikan dan cukonya nggak sepahit yang biasa gue makan, jadi pas banget di lidah. Bau ikannya juga nggak menonjol banget, walaupun tetap nggak menghilangkan rasa pempeknya. Pokoknya mirip sama pempek khas Palembang yang pernah gue makan, deh🤧. Sejak saat itu, gue mulai ngurang-ngurangin perilaku buruk yang menilai sesuatu hanya dari luarnya aja. Lucu ya, Tuhan memang punya ribuan cara untuk nyadarin hamba-Nya. Semacam langsung ditampakin, "nih, lihat", begitu😅.
10. Wearing skinny jeans
Katakanlah gue udah kehabisan topik di poin terakhir ini, atau memang kesulitan buat menentukan karena banyak hal yang masih sedang gue usahakan untuk berhenti dilakukan atau dikurangi. Tapi berhenti pakai celana skinny jeans tiba-tiba berkelebat di kepala gue. Well, sebenarnya ini bukan sesuatu yang buruk juga. Setiap orang pasti punya preferensi masing-masing dalam memilih pakaian. Hanya saja buat gue pribadi skinny jeans itu bikin gerak gue nggak leluasa, ditambah membuat bentuk kaki gue terlalu kelihatan. Ini yang gue kurang suka. Memakai pakaian yang terlalu menonjolkan lekukan atau bentuk tubuh itu bikin gue berasa nggak pakai baju. Ditambah badan gue kurus, sangat sangat nggak direkomendasikan untuk pakai baju yang ketat macam gitu—emang udah paling bener pakai baju oversized. So far gue lebih pilih boyfriend jeans atau celana jeans lain yang gombrang, sisanya of courseeee celana bahan atau chino kesukaan gue dari brand lokal😁. Oh iya, skinny jeans yang terakhir gue beli itu sekitar tahun 2015, pas dicoba udah nggak muat lagi LOL.
Dari sekian daftar di atas, setelah dipikir-pikir kayaknya gue paling banyak berkompromi dengan internal diri, bukan sesuatu yang terlihat dengan mata kepala gue sendiri atau orang lain, semacam pakai skinny jeans, atau nonton televisi. Mungkin karena itu bagian dari pendewasaan, dan merupakan sebagian dari hal buruk yang ada dalam diri gue, yang nggak dapat dilihat oleh orang lain, dan hal-hal yang hanya diri gue sendiri yang rasakan. Sebetulnya di balik daftar tadi masih ada banyak hal yang pingin gue berhenti lakukan, atau setidaknya mulai dikurangi, di antaranya procrastinate, nggak males olahraga, overthinking, being a night owl—which i'm still doing right now😌. Semoga perubahan ini nggak cuma sesaat gue lakukan, tapi bisa selamanya berhenti dengan kebiasaan-kebiasaan buruk lain.
Kalau teman-teman sendiri, adakah hal spesifik yang kalian berhenti lakukan dalam kurun waktu lima tahun kebelakang ini? Kalau ada, let me know, ya! I'd love to hear from you!😁
34 komentar
Hmm... apa ya?
BalasHapusyang paling kuingat dan sama seperti awl adalah jarangnya nonton tv dan jarangnya beli baju baru (ini karena bokek sih, haha)
Yang lainnya justru sebaliknya, aku harus mulai melakukannya karena aku termasuk orang yg ga banyak melakukan sesuatu.
aha.. ya, overthinking, itu satu hal yang harus mulai aku kurangi benar-benar. karena overthinking itu pada akhirnya bikin kita ga kemana-mana.
lalu, procrastinate atau menunda-nunda. itu juga sudah mulai kukurangi karena setelah sedikit 'memaksakan' diri untuk ga menunda-nunda pekerjaan, efeknya enak banget, banyak hal yang bisa diselesaikan bahkan sebelum deadline.
Lalu, menyoal saying yes, justru aku kayaknya harus bisa lebih sering saying yes pada setiap opportunity kalo memungkinkan dilakukan karena selama ini aku selalu saying no karena overthinking tadi itu.
dan kayaknya segitu aja dulu awl.
so, inikah tulisan penutup tahun ini awl?
aku berharap kedepannya awl bisa tetap blogging sesibuk apapun in your real life karena aku selalu suka sama tulisanmu.
awl, terima kasih untuk tulisannya! i really can't wait to read your next post...
semoga bahagia selalu yaa awl.
Ada kalanya yg kita anggap kurang ternyata jadi suatu kelebihan ya, kak Ady, contohnya bokek ini wehehehehe😆 entahlah apakah perlu disyukuri, karena bokek jadi gaya hidupnya pun bisa menyesuaikan dan jadi lebih hemat?😂
HapusAh iya, itu juga salah satu yg susah banget aku berhenti lakukan, kak. Overthinking😥. Padahal lebih banyak dilakuin tapi malah kelupaan mau dicantumin kemarin. Kayaknya akan jadi PR banget untuk bisa berhenti memikirkan segala sesuatu secara berlebihan, apalagi buat orang-orang yg memang tipe pemikir. Apa-apa malah jadi beban pikiraaan terus😫
Gladly kakak sudah bisa berhenti menunda-nunda pekerjaan perlahan-lahan ya, salah satu hal yg juga pingin aku stop lakukan, tapi cobaannya beraaaat banget huhu. Pingin bisa beres mengerjakan sesuatu dengan on time, tanpa mepet deadline, semoga bisa berprogress seperti kak Ady juga🤧
By the way, terima kasi kak Ady udah sharing jugaa disini. Semoga harapannya segera terwujud untuk bisa lebih banyak saying yes pada setiap opportunity yg sering terlewatkan begitu aja😍
Hmmm, kayaknya aku mulai berpikir buat nambah satu postingan lagi sih, kak Ady, huahahaha labil kali yaa ni anak😂 tapi entahlah, kita lihat besok sajaah *wkwkwk*.
Aamiin, insya Allah aku akan tetap main-main di blog, kak Ady. Karena ini satu-satunya media yg sampai saat ini lebih banyak positifnya untuk keberlangsungan hidupku, sekaligus untuk menyalurkan apa yg nggak bisa diungkapkan in real life😁 Semoga kak Ady juga selalu dimudahkan dalam update blognyaa, biar mataku punya banyak stock foto untuk dilihat😆 ehehehe.
Sehat selaluu kak Ady!~
Menarik sekali tulisan kak Awl. Aku gak kepikiran hal-hal spesifik apa yang aku berhentikan belakangan ini. Yang paling aku ingat hanya menghapus akun utama instagram dan efeknya membekas juga. Kayaknya kita sama kak, aku juga udah jarang nonton tv, nonton tv rasanya sih udah gak bikin aku terhibur dengan acaranya yg monoton.
BalasHapusAh mungkin ini karena kak Awl nulis soal berpakaian aku jadi inget kalo sekarang aku lebih sering menggunakan bergo maryam,lebih praktis aja dan nyaman haha, entah akan berapa lama bertahan dan apakah aku akan beralih dari jilbab biasa.
Tulisan yang bagus kak, semangat untuk tahun baru!!
Holaaa kak Reka, hoho gapapa kalau nggak ingat secara spesifik😂 dengan adanya satu perubahan besar aja udah patut disyukuri, karena jujur media sosial memang salah satu "kebutuhan" yg bagi sebagian orang sulit untuk ditinggalkan. Jadi kalau ada orang yg berhasil 'pergi' dari sana, patut diapresiasi dan aku akui itu keren bangeettt🤧. Artinya kakak sudah bisa mengontrol diri dari hal-hal yg ada di luar batas😍 dan yaapp, tayangan televisi sekarang monoton banget. Semua channel formulanya sama, termasuk net yg dulu digadang-gadang bakalan membawa semangat baru pun skrg kurang lebih mirip-mirip programnya🙄
HapusHoalaaah bergo maryam juga satu-satunya bergo yg aku pakai kalau lagi santai kak😆 tinggal blus aja gitu, nggak usah pake peniti atau apa. Kadang kalau emg cuma belanja ke supermarket pun pake bergo aja, simple dan nutupin dada, jadi nyaman bett!😂👏🏻
Makasi kak Rekaaa sudah mampir, ehehe. Semangat jugaa tahun barunya, dan selamat berlibur! Lusa kita bertemu 2021, sehat selalu yaa kak😁
Dari list ini rata2 mirip banget dengan apa yang aku pikirkan, kecuali no.10 karena aku justru gak pede pake celana yang gombrong2 banget hahaha
BalasHapusUntuk no.1 apalagi nih, sejak ngekos aku udah jarang banget nonton TV. Awal2 sempet beli TV karena ngerasa sepi di kosan tapi sejak udah ada youtube dll akhirnya TV terabaikan dan dijual jadi nonton TV kalo cuma di rumah doang.
Dari list yang Awl kasih sih aku paling susah buat nerapin tentang sosial media dan saying yes. Selalu bilang dalam hati kalo udah di rumah jangan main socmed, mending nonton atau baca buku eh ujung2nya sampe jam tidur scrolling internet terus padahal ga ada isi yang penting 😑
Begitu juga "say yes", sama kayak Awl aku susah banget buat nolak permintaan orang2 apalagi yang mengganggu diri sendiri. Gak enak aja dan merasa bersalah jadinya. Aku sendiri belom nemuin ini buat cara nolak yang baik dan gak buat orang tersinggung.
Ternyata kita berkebalikan perihal celana yaa mbak😆 emg plusnya celana jeans itu bikin kita lebih singset kalau beraktivitas, dibandingkan celana gombrang yg kadang suka ribet😂
HapusMalah sekarang rata-rata tv dipake untuk nonton yutub yaa nggak sih mbaak? wkwkwk😆. kadang juga kalau nggak yutub, ya dipakenya untuk nonton netflix😂
Harus aku akui memang sulit banget buat bisa berhenti main medsos. Sebenernya kesadaran itu udah ada, tapi pas dipraktekin jadi sulit yaa. Semacam jadi candu, kalau nggak main tuh rasanya ada yg hilang aja🤧 Aku sendiri mulai tergerak buat menahan diri itu semenjak nonton The Social Dilemma. Entah kenapa film itu impact-nya lumayan bagus buatku. Kalau ternyata orang-orang di balik korporasi besar Silicon Valley itu sendiri menyarankan untuk kita off notification dan lain-lain, meaning social media is really a big thing. Mungkin kalau mbak Tika belum nonton bisa dicoba, siapa tau bekerja juga untuk mbak😁
Memang kalau masih sungkan sebaiknya jangan dipaksakan mbak Tika, daripada nanti malah jadi overthinking karena kita merasa nggak enak udh menolak permintaan orang lain😂 soalnya satu-satunya cara untuk bisa menolak tanpa merasa nggak enak itu yaa harus berani cuek. Pintar-pintar menyesuaikan diri aja kapan saatnya kita bisa say yes, dan kapan baiknya kita bilang say no, hehehe. Jadi reminder juga nih buatku😬
Kakak pun sudah lamaaaaaaa banget nggak menonton TV, Awl. Sepertinya sejak belasan tahun lalu hahahahaha, jadi agak kudet dengan berita artis Indo dan sinetron atau acara tivinya. Bahkan waktu net banyak dibahas orang, yang katanya bagus etc, kakak justru belum pernah lihat atau buka channel net langsung di TV seingat kakak 😂
BalasHapusBy the way, seru banget bahasan Awl di atas, ada beberapa yang relate ke kakak. Kakak pribadi bukan hardcore fans sosial media, jadi nggak pakai FB, Twitter bahkan IG pun sudah kakak deactive sejak setahun lalu hehehehe. Alhasil kemarin waktu mau bantu mbanya kakak buat page business di FB, kakak kebingungan sebab toolsnya banyak banget. Wk. Sampai kakak baca-baca ulang tulisan orang-orang untuk memahaminya 😆
Beside that, soal saying yes, kayaknya kakak sudah lama berhenti melakukannya 😅 Eh tapi jaman baheula, dibilang hobi saying yes pun nggak terlalu, masih bisa bilang no sih untuk banyak hal. Hehehehe. Cuma kalau dulu mau saying no masih ada rasa enak nggak enak ke orang yang minta tolong, nah sekarang sudah lebih terbiasa 🤣
Thank you for sharing this post ya, sayang 😍
Kakak jadi ikutan mengingat-ingat hehehehe.
Wehehe ternyata kak Eno malah lebih lama lagi yaa nggak nonton TV-nya🤣 dulu waktu awal-awal masih dipegang Pak Tama sih net memang beda banget, banyak program yg fresh buat anak-anak muda😍 tapi sekarang kurang lebih beberapa formulanya sama dengan stasiun TV lain, kak. Misalnya acara talkshow atau rumpi yg terlalu banyak games-nya menurutku🙄 tapi sejauh pengamatanku sih masih sedikit lebih baik lah dari yg lain😅.
HapusUntuk media sosial jujur sebagai orang yg aktif disana, dalam setahun inipun aku cukup merasa kewalahan dengan banyak fitur-fitur baru, kak Eno. Jadi bisa dimengerti bingungnya gimana saat harus balik akses medsos😂 yang mana semakin kesini aku semakin menyadari satu hal, bahwa saat ini hampir semua aplikasi yg kakak sebut di atas isinya sama aja, wkwk. Bisa posting gambar dan video, bisa share tulisan, ada fitur story-nya juga (kalau twitter namanya jadi fleet), bisa nonton TV pula sebab ada fitur TV-nya. Kalau kata orang-orang sih sekarang aplikasi-aplikasi tersebut lebih mentingin UI daripada UX, sampe ke fitur belanja aja dibikin segala🙄 makanya aku pingin bisaa off socmed selama setahun kayak kak Enoo, atau minimal betul-betul berkurang pemakaiannya🤧
Wkwkwkw, alah bisa karena terbiasa yaa kak🤣 dari yang tadinya gak enak sekarang jadi lebih bebas perasaannya. Toh memang sebaiknya kita jangan terlalu khawatir dengan tanggapan orang, selagi kita tau kapan saatnya yg tepat untuk bisa bilang yes saat ada teman yg betul-betul membutuhkan bantuan😍 eheheheh. Soalnya akupun merasakan, seringkali kalau kita menolak untuk berkata iya, seolah dianggapnya nggak peduli dan sombong, padahal nggak begitu juga. Sebab masih ada kok momen dimana aku merasa nggak enak hati saat menolak, hanya saja waktunya nggak tepat karena harus mengurus hal-hal lain yg jadi prioritas🤧
Hihi kembali kasih kak Enoo, senang bisa sharing tulisan ini. Kayaknya aku harus sering-sering mampir di Quora supaya dapat inspirasi untuk postingan blog😆
Awl, baru aja aku terpikir untuk menulis hal ini sebelum melihat tulisan Awl 🤣 jadi telepati batin ya 🤣
BalasHapusPerihal nonton tv, aku juga udah jarang sekali nonton tv. Kadang tv dipasang hanya untuk berisik-berisik aja saat sedang makan sendirian 😂, biar nggak sepi-sepi amat huahahaha
Hal lain yang mirip dengan Awl, perihal skinny jeans dan impulsif buying. Kalau skinny jeans dan pakaian ketat-ketat lainnya, aku juga menemukan diriku nggak nyaman pakai yang seperti itu 😂. Badanku juga kurus jadi kalau pakai pakaian yang terlalu ngebentuk badan tuh nggak nyaman banget dan jadi nggak pede 😂
Tahun ini aku ngerasain banget yang namanya impuslif buying sangat berkurangggg jauh dibanding sebelum-sebelumnya 😂. Exclude buku, barang-barang lainnya sangat aku pikirkan sebelum membeli. Bahkan aku ada naksir sebuah tas yang memang modelnya aku suka dan butuh, tapi nggak langsung aku beli, aku pikirin sampai berbulan-bulan dulu 😂. Sungguh suatu kemajuan pesat wkwkwk
Ternyata banyak kemajuan positif yang kita alami dan sadari di tahun ini ya, Awl 😍 glad to know that!
Semoga di tahun depan semakin banyak hal-hal positif dalam hidup kita 😁
Hampir jadi kolaborasi batin ya kak Lia? 😅
HapusEh, iya, kolaborasi batin 🤣. Hampir saja jadi demikian, Hul 🤣
HapusLohhh lohhh, apakah ini artinya kita harus jadiin aja kolaborasi batinnya, kak Li? Wakakaka🤣🤣
HapusEh tapi iyaa lho kak, dipasang hanya untuk bikin rame suasana itu masih aku lakukan kalau lagi di rumah, biar gak kerasa horror-horror amat😨 (padahal sayang listrik yaa🤣).
Nah, kaan, nggak asik banget kan yaa buat kita-kita yg badannya kuyus ini😂 aku pernah baca juga soalnya kak Li entah dimana lupa, wkw, agar terasa lebih percaya diri untuk yg punya badan kurus baiknya memang pake pakaian yg ukurannya lebih besar di badan kita biar bisa memberi ilusi lebih gemuk🤣 that's why selain skinny jeans yg sudah mulai ditinggalkan, baju-bajuku pun banyaknya yg oversized😆
Harus diakui pandemi membawa satu dampak positif lain ya kak Li, hohoho. Mungkin karena kegiatan belanja bisanya dilakukan via online, jadi kita pun lebih punya rem untuk nggak melakukannya. Apalagi kalau udah capek sama digitalisasi yg tiada henti🤧
Aamiin, semoga di tahun yg baru ini perubahan yg positifnya bisa lebih banyak yg dapat kita aplikasikan dari tahun lalu😍
Kalau menonton televisi, kayaknya sekali-dua kali masih saya lakukan. Apalagi tante dan Bapak masih sering nonton teve, jadi biasanya ikut nimbrung. Sekarang, paling cuma nonton sepak bola dan tinju. Acara kesukaan saya sudah banyak yang bisa diakses di YouTube, film bisa nonton di Netflix. Jadi aksesnya lebih dipermudah saja. Tapi tidak bisa dipungkiri, orang-orang di rumah saya masih ada yang menggunakan teve sebagai sarana hiburan. Itu membuat saya yakin, teve ngga akan mati ditengah digitalisasi ini.
BalasHapusKalau berhenti bilang "iya", kayaknya saya pernah bahas diblog saya. Tapi alasannya lebih jauh dari itu Aina. Saya tidak ingin menjadi yes man karena tidak ingin dikontrol oleh diluar dari diri saya. Saya mulai membiasakan diri untuk itu, meski pada akhirnya ada rasa ngga enaknya.
Kalo menilai buku dari sampulnya, saya punya argumen yang sedikit berbeda. Saya rasa, tidak masalah juga untuk menilai buka dari sisi manapun. Mau itu dari cover, sinopsis, bahkan tingkat ketebalan covernya sekalipun. Karena saya percaya, tidak ada rasa suka yang tidak berawal dari itu. Tapi saya paham poinmu untuk mengurangi hal itu, Aina.
Kalo soal membaur itu, saya jadi ingin membahas pada satu tulisan terpisah. Seorang teman pernah bertanya ditengah ngobrol,"Enak kah jadi anak hits?"
Saya lantas menjawab secara tidak sadar,"Jangan jadi anak hits. Nanti hilang. Memangnya kau mau berada ditengah-tengah mereka dengan kepura-puraan itu. Membuat instastory 'long time no see' kemudian tanpa obrolan setelahnya. Lalu dari sana, kau pura-pura senang hingga tiba akhirnya ulang tahunmu, kau berharap banyak ucapan dari instastory lingkaran pertemananmu itu dengan anggapan orang menganggapmu punya banyak teman yang keren. Aduh, itu bukan saya."
Terimakasih tulisannya Aina. Saya jadi banyak kontemplasi lagi ☺
Ah iya, soal TV nggak akan mati di tengah digitalisasi ini, saya setuju Rahul. Biar bagaimanapun harus diakui bahwa TV masih jadi salah satu media hiburan yg pasti ada di sebagian besar rumah-rumah di Indonesia. Termasuk orangtua dan eyang saya pun sesekali masih suka nonton TV. Apalagi program berita itu masih lebih efisien didapatkan dari TV, karena mereka lebih kesulitan kalau harus akses di ponsel. Mungkin ini masalah preferensi (atau keluhan) kita aja yg lebih banyak menghabiskan waktu di ponsel atau laptop ya, Hul😅.
HapusOh iyaaa, saya tau postingan yg itu, Rahul. Dan saya rasa nggak enakan itu juga salah satu problem yg pasti kita rasakan ya saat berusaha untuk berhenti bilang yes😟 Seiring berjalannya waktu harus bisa lebih cuek lagi dan ingat akan kontrol diri sendiri sebagai prioritas🙄
By the way, jawaban Rahul terkait pertanyaan anak hits itu juga mencerminkan jawaban saya seandainya suatu saat ada yg menanyakan hal sama😅 Dan kebanyakan yg saya temukan memang tipe-tipe seperti itulah kelompok-kelompok yg suka menghabiskan waktunya lebih banyak untuk ghibah ini, wk. Daripada jadi anak hits, yg bisa hilang hitsnya suatu waktu, mending jadi anak biasa-biasa aja yang gak perlu ada labelnya😂 Toh kenapa pula kita sebagai manusia yg sama ini harus dilabeli sebagai anak hits, anak gaoll, anak kampung, atau bahkan anak jamet😂
Anytime, Rahul! Seneng bisa sharing soal ini dan dapet insight versi Rahul😍
woo suka main di quora tohh, tempat tanya jawab, forum begitu kan.. cakep nah
BalasHapusEhehe iyaa kak, banyak topik-topik tertentu juga yg bisa kita pilih, dan cenderung lebih insightful menurutku. Jadi nggak akan cepat bosen kalau main disana😁
HapusHal yang nggak aku lakukan selama ini adalah nonton televisi, asli! Iya gitu alesannya sama kaya kakak, nggak tau jenuh aja liat tontonan yang apa ya? Sama sekali nggak bikin aku improve gitu. Sama aku juga nggak lagi "people pleasing". Kalau aku nggak suka sama orang lain, ya udah bodo amat. Aku nggak bakal berusaha untuk mengiyakan segala perintah atau omongan mereka. Dulu tuh aku sering banget people pleasing, cuma karena biar orang lain mau nganggep aku baik. Oh, how shallow I am. Sekarang lagi berusaha lebih self improve aja. And thankfully, nemu tulisan kakak ini. Hehe
BalasHapusHmm kalau aku pikir-pikir, mungkin karena kita lebih bisa menemukan kesenangan di alat-alat teknologi yg lain macam ponsel dan laptop. Semua bisa diakses dari sana, even kalau mau nonton drama sekalipun😆 jadi kalau apa yg kita temukan di TV ini nggak sesuai sama ekspektasi kita, bye deh, wkwkwkw.
HapusPeople grow itu real ya, Syif. Dari yg tadinya capek-capek berusaha untuk blend in di satu kelompok orang hanya untuk bisa diakui eksistensi kita, sekarang bisa lebih mindful lagi dalam mengontrol diri dan menentukan dengan siapa kita berteman. Semoga perubahan positif ini bisa selamanya kita lakukan untuk diri sendiri😍
Glad to know you as well, Syifanaa! Semoga pertemanan maya ini bisa terjalin terus yaa😁 Semangat ngeblognya!✨
Aku juga ngikutin thread ini, Awlll di Quora. Seruuu yaa liat jawaban para Quorawan yang budiman XD
BalasHapusEniwei, soal pempek itu aku pun rewel sekali. Entah kenapa kalau mau makan pempek harus yang bener-bener asli dari Palembang, atau nggak yang bikin memang orang Sumatera. Karena kalau makan pempek bukan bikinan orang sana, entah mengapa rasanya beda (apa aku bersugesti?). Tapi untunglah si Mas yang merantau dari Palembang sana berjodoh ketemu kamu yang memang ingin makan pempek palembang wkwkwk 🤣
Terus soal skinny jeans, aku juga udah give up. Tapi pake jeans biasa masih, sih. Cuma sejak punya anak tuh aku lebih nyaman pake kulot dan celana bahan gitu. Lebih leluasa juga dan nggak riweuh hihi
Lucu juga yaa, seiring kita bertambah dewasa preferensi kita pun ikut berubah :D
Seru bangeetttss mbak Jane! Mana banyak juga yg jawabannya unik-unik😆
HapusKayaknya sih memang bukan sugesti aja sih mbak, sebab akupun merasakan hal yg sama, wkwk. Mau dibandingin atau disetarain gimana pun tetep kerasa bedanya😂 karena anggapanku ya tangan yg buatnya beda kalau bukan orang Palembang asli, wkwkwkw.
Soalnya kalau pake celana kulot dan bahan lebih gampang dipake juga yaa harusnya mbak Jane, tinggal slep gitu bisa. Kalau skinny jeans kan biasanya harus ditarik dulu, jadi ngeluarin effort lebih besar daripada celana yg gombrang🤣. Dan ini juga gara-garanya yg bikin aku sering merasa gatal kalau pake skinny jeans, huhu.
Asliiik mbak Jane, kadang suka mikir, "ih kok dulu aku stylenya gini amat yaa, fotonya gini banget yaa" atau apalah segala macem😂, padahal nggak perlu begitu juga. Toh masa-masa alay juga bagian dari proses pendewasaan😆
Apa ya...mungkin being maksimalis...terutama dalam urusan buku. Dulu sukanya beli buku padahal nggak sempat dibaca. Sekarang sudah setop dan beralih ke e-book, jadi nggak menuh-menuhin tempat.
BalasHapusLalu mengurangi medsos. Dulu setiap medsos baru pasti daftar hahaha takut kehabisan nama. Sekarang punya medsos aktif cuma dua. IG dan twitter.
Mencoba makan sehat..ini susah terus terang karena hidup di negara dengan gelimpangan makanan dan go food wkwk
Nah ini juga salah satu resolusi aku di tahun ini, nih, mbak Phebie. Pingin bisa maksimalis dalam urusan buku, apalagi banyak juga buku yg masih disegel belum dibaca sama sekali, sampe udah lewat satu tahun🤦🏻♀️ Setidaknya pingin bisa nyelesain baca buku-buku itu, dan coba beralih pake e-book.
HapusWakakak aku juga ngalamin banget masa-masa ini mbaak😆 apalagi pas masih sekolah dulu. Segala ask.fm, path, tumblr juga dibikin, padahal ujung-ujungnya nggak dipake karena lupa password dan cuma menuh-menuhin storage, hehe. Untungnya sekarang udah lebih sadar akan kebutuhan sendiri😂
Ini asliii aku setuju bangeett, susah mbak mau makan sehat kalau tiap hari godaannya makanan-makanan macam bakso, mie ayam, atau kalau saya seblak, dllnya yang bukan makanan pokok😂 Kayaknya harus tinggal di tempat terpencil nun jauh dari amang gofood kalau mau berhasil makan makanan sehat, wehehe.
Beberapa point kita sama nih Awl 😄
BalasHapusAku udah ga pernah nonton TV juga, terakhir tuh waktu Asian Games di Jakarta ajaa, itupun kebanyakan nontonnya lewat streaming siih hahaha... malah nih kemarin baruuu aja beberes dan TV di kostan resmi jadi pajangan karena aku simpan di atas rak buku, meja TV-nya sendiri udah kubajak jadi meja kerja gara-gara sempat WFH 😂😂 Entah kenapa aku setuju banget sama kamu, kalau nonton TV malah kecintaanku pada Indonesia kayak makin berkurang hahaha kecuali waktu Asian Games itu hahaha...
Dalam hal trying to blend in juga aku udah lama mengundurkan diri dari pertemanan yang sukanya gosipin orang. Atau paling enggak kalau teman-temanku mulai bergosip, aku akan asik sendiri sama hape hahaha I used to be that kind of people yang semangat banget ngomongin orang tapi lupa sejak kapan mulai enggak nyaman dengan hal seperti ini. Apalagi kalau yang diomongin adalah teman sendiri, rasanya sangat enggak nyaman mengingat kalau pas kita ga ada mungkin kita juga bisa jadi bahan omongan mereka 🙃🙃
Kalau Awl skinny jeans, kalau aku bener-bener udah ga pakai celana jeans sejak 2015 juga. Enggak nyaman banget karena kayak ga bernapas terus ternyata sejak dulu aku sering gatal-gatal di bagian paha kayaknya karena jeans, setelah ga pakai jeans udah ga pernah gatal-gatal hahaha. Sebenernya pengin nyoba boyfriend jeans tapi kakiku ga langsing jadi kayaknya jatuhnya sama kayak skinny jeans nanti hahaha 🙈
Btw main-main di Quora itu memang menyenangkan yaaa? Aku sendiri belum pernah ikut jawab/diskusi siiih tapi suka banget baca-baca cerita dan jawaban orang-orang pada topik-topik yang aku minati..
Sayang banget aku dulu malah nggak sempat nonton Asian Games di TV karena saluran net-nya hilang, kak Eya🤣 Alhasil harus nunggu diupload di yutub baru bisa nonton, wk. Dulu ada streamingnya kah? Soalnya aku kudet banget waktu itu, sama sekali nggak nyari info apa-apa kecuali taunya tayang di TV doang😂 btw, TV-nya mending dihibahin ke aku ajaa kak, biar aku yg jual aja disini, daripada nggak kepake wakakaka😆.
HapusBerusaha untuk tutup telinga pura-pura nggak dengar aja yaa, kak🤣 karena yaa polanya udah pasti begitu sih, kalau kita nggak ada yaa siap-siap aja kita juga diomongin. Ibaratnya kita hidup di mata mereka nggak boleh ada minusnya. Sekali kelihatan dikit aja habis langsung dijadiin bahan omongan😔
Ih kak Eyaaaa, kukira emang perasaan aku aja yg ngira kalau bahan celana jeans itu bikin gatal😨 makanya dulu pun kalau pake jeans biasanya dilapisi dulu sama leggings, supaya nggak langsung kena bahan jeans-nya😆 syukurlah sekarang udah terbebas dari masalah yang satu itu yaa, kak, bisa lebih singset kalau bergerak dan bebas dari gatal-gatal😂.
Asikk bangeeet kalau udah baca-bacain opini atau pengalaman orang-orang tentang topik tertentu disana, kak Eya, cuma harus diakui kalau main medsos apapun harus tetep dibatas biar nggak kecanduan lagi ujung-ujungnya😅
Mbak Awllll, kita samaan haha
BalasHapusHampir semua yang ditulis aku juga udh nggak pernah lakuin lagi.
Nonton tv pun aku udah berhenti dari tahun 2016 🤣 jadi nggak paham acara tv. Sampe kapan hari orang rumah beli tv dan nggak ada yang pake akhirnya dijual lagi heuheu.
Btw, aku juga ngerasa terbebas banget semenjak sadar ghibah itu toxic buat diri sendiri. Berkat itu aku jadi lebih bisa milih teman mana yang toxic dan nggak 🙂
Waahhh tos dulu mbak Deaa!🖐🏻😆
HapusWalah serius itu sampe dijual lagi, mbak? Kayaknya ini jadi cobaan banget yaa buat para karyawan di stasiun TV, meski masih banyak penontonnya, tapi sedikit demi sedikit orang yang nonton TV juga lama-lama bisa meninggalkan kalau mereka nggak mendapatkan kepuasan tersendiri dalam menikmati program yg ada😅
Segala yg beracun emang pantesnya dibasmi, ya. Karena akupun ngerti rasanya terbebas dari lingkaran yg toxic😂 pada akhirnya semacam bisa release deh diri ini. Semoga di masa yang akan datang mbak nggak dipertemukan lagi dengan orang-orang yg toxic ini yaa mbak😁 Aamiin.
Hmm... kayaknya dari yang Awl sebutin di atas, kebanyakan juga aku udah berhenti melakukannya. Kayak nonton TV, lebih karena dari SMA ngekos dan nggak punya TV. Lama-lama jadi nggak ngerasa butuh, dan sampai sekarang pun akhirnya nggak punya TV.
BalasHapusTerus untuk saying yes, sebenarnya bukan berhenti sih, tapi lebih tepatnya jarang bilang iya karena melakukan sesuatu disaat emang ga pengen ngelakuin tuh bikin aku ngerasa disetir kemauan orang. "Enak aja lo nyuruh2 gw..." dalam hati sering langsung ngegas duluan. Hahahaha. Sekarang sih berusaha untuk lebih mindful. Baik dalam berkata iya maupun tidak.
Kalau untuk yang lain-lain kayak how to style, what to wear, kayaknya lebih ke personal preference sih, ya...
Dan untuk saat ini aku pengen banget bisa berhenti buat nunda-nunda pekerjaan. Huhuhu
Sekarang jadi lebih tau porsinya aja yaa mbak kapan mau bilang yes ke orang lain dan kapan tidak😍, jadi bisa lebih mengontrol diri sendiri. Walaupun dari luar keliatan kalem-kalem aja, tapi di hati mah teteuup ngegas ya mbak Icaa😆
HapusIya mbak, itu sih lebih ke preference. Karena itu aku beri sedikit disclaimer juga di atas, bisa jadi soalnya yg buat aku nggak nyaman, buat orang lain sebaliknya😁
Nah iyaa, procrastinate itu kayaknya udah jadi penyakit kita semua yaa mbak. Harus banyak-banyak nyeret diri sendiri biar nggak kebanyakan santai dan leha-leha, apalagi kalau jadi deadliner🤧 Semangat mbak Hichaaa💪🏻
Hai awl :D
BalasHapusAku sudah jarang nonton tv. Kalau nonton paling nonton bola aja.
Aku sudah lebih dari 4th tidak pakai celana jeans. Alasannya larena ga nyaman, berat, dan susah dipacking. Akhirnya tidak menggunakan jeans lagi :D
Kemudian sudah mengurangi medsos. Salah satunya nutup sementara akun IG. Akun fb sdah 4th dimatikan. Tinggal twitter aja untuk cari info berita..hahahaa
Halo, kak Rivai! Foto profilnya lucuuuk😆. Terakhir aku lihat masih yg dulu soalnya, sekarang udah ganti😍
HapusBola mah tetep nggak bisa dilewatkan yaa, kak, wkwk. Kalau aku tayangan olahraga yg nggak bisa dilewatkan di TV itu bulutangkis. Sayang setahun kemarin pertandingan yg masih berlangsung cuma sedikit.
Ah iyaa, baru keingetan! Setujuu celana jeans emang susah banget dipackingnyaa, huhu bikin makan tempat banyak, jadi buat orang yg nggak suka ribet udah paling bagus pakai celana yg lain aja😂
Wihh mantaap, kak😯👏🏻 Akun fb aku masih sering dibuka buat ngebersihin status-status jadul, wk. Pingin bisa off juga satu persatu. Semoga istiqomah, wkwkwk. Twitter sekarang lebih sering gaduhnya nggak sih, kak? Apalagi kalau trending udah yg aneh-aneh, pasti semua orang jadi heboh😆
Mba Awl, kok baca ini bawa kehangantan tersendiri yaa di hatii 💖💖 Hal2 kecil yg bertahun2 kita lakukan, bahkan dulu pun mungkin ga kepikiran buat diubah, ternyata saat meninggalkannya menjadikan transformasi yg lbh baik.. Semangat selalu Mba Awl! 😊
BalasHapusPaling suka yg gimana Mba Awl mulai berani tdk selalu say Yes. Itu butuh keberanian besar, and you nail it! 😍
Kalau TV, aku sampe skrng masih selalu nyala di rumah, walau didomintasi channel anak2 n udah lamaaa bgd ga liat channel lokal. Yg agak beda paling Quora Mba, aku entah kenapa ngerasa itu agak toxic, hahaha.. bukan dr segi isi, tp dr segi bikin kecanduannya. Awalnya main quora, tau2 aku sampe ga tdr2 cuma buat baca2 quora, dan itu berlangsng bbrapa kali. Sampai akhirnya aku sadar n itu ga baik 😆 Aku akhirnya skrng hanya buka Quora kalau memang ada info yg perlu dicari aja (mostly buat baca pengalaman orang buat bahan riset novel). Sisanya aku bener2 menghindari buka itu.. 😆
Halo mbak Thessaa, maafkan baru sempat balas komennya🤧
HapusIyaa mbak Thessa, betul banget, kadang aku sendiri nggak menyangka, hal-hal yang mungkin buatku pribadi dulu biasa saja ternyata setelah diubah toh membawa hal yang lebih positif untuk proses pendewasaan diri🤧
Biasanya kalau nyalain TV hanya untuk buat rame biar nggak kesepian, akupun masiu sering melakukan sih mbak. Tapi channelnya yang dinyalain kebanyakan channel anak-anak, karena kebetulan ada ponakanku juga yang masih balita😂
Lah iyaa juga ya mbak, kalau dipikir-pikir sebetulnya durasi pemakaian itu sendiri yg bisa mempengaruhi toxic atau nggaknya aplikasi yang kita pakai. Mungkin itu juga yg aku rasain waktu main IG🤔 Karena sekarang quora masih aman, kayaknya harus hati-hati juga ya mbak, biar nggak ikut kecanduan kayak Twitter, instagram, dsb. Soalnya biar bagaimanapun pemakaian itu memang ngaruh banget. Kadang kalau dalam satu hari itu yg kita lakuin mostly cuma akses gadget, jadinya suka menyesal sendiri kenapa nggak melakukan hal-hal yang lebih berguna😟
aduh apa ya Awl, kayaknya kok nggak konsisten diriku sama keinginanku hehehe
BalasHapuspengen berhenti tergoda untuk nggak beli hal hal yang kurang penting, kadang masih aja kebeli. heran sama diri sendiri
kalau untuk sosial media, masih bisa aku rem juga, kadang seperlunya aja, apalagi kalau udah liat settingan di hape kalau paling lama buka adalah sosmed, omaigodddd. mending ngeblog atau ngebewe aja
gapapaa mbak Inun, mungkin butuh proses😁 memang jujur godaannya sih beraaat, apalagi kalau yg dibeli itu termasuk barang-barang yg lucu dan eye-catching yess, kan sayang yaak mbak kalau gak masuk keranjang😆 kebetulan aja aku lagi bokek-bokeknya mbak, jadi nggak punya alasan untuk impulsive buying, harus sadar hemat uang🤣 wkwk.
HapusUntung ada setting waktu ya mbak Inun, jadi bisa cek udah berapa lama kita ngabisin waktu di medsos. Kadang kalau gak ada kerjaan, aku sehari bisa ngabisin 3-4 jam, duuhh kan sayang kalau cuma dipake scrolling aja. Rasanya monangis😭😭 Kalau main blog biasanya secandu apapun, akan terasa lebih bermanfaat karena paling nggak minat literasi kita bisa naik terus dengan membaca tulisan teman-teman blogger yang kecehh keceh😍